Jumat, 11 Juli 2014

The Mortal Instruments : City of Ashes


sebenarnya sudah agak lama beli buku ini, tapi karena kemarin2 belinya barengan sama novel sherlock dan novelnya agatha christie, aku memutuskan untuk membaca keduanya terlebih dahulu sementara novel ini dibaca mamaku. iya, hebatkan mamaku juga membaca seri mortal instrument looh...

karena mamaku sudah selesai membaca (dikasih spoiler pulak, hyaah), aku juga sudah selesai membaca novel agatha nya dan sebenarnya belum selesai baca sherlock tapi aku tidak bisa menahan diri untuk melanjutkan membaca seri ini, aku semacam kangen sama Jace, jadi aku mulai membacanya mungkin baru beberapa hari yang lalu

mau bikin snopsis kayak postingan City Of Bones ini, tapi saat menulis blog ini, aku bahkan belum membaca sampai setengahnya, haahahahaaa

iya, mau sedikit membahas saja, di City Of Ashes ceritanya semakin seruu ! sedikit berbeda dari CoB, CoA ini (sejauh yang aku baca) lebih menceritakan masalahnya Jace sementara di CoB kan fokus ke ceritanya Clary.

Masalah Jace muncul saat Maryse Lightwood (mamanya Alec sama Isabelle) datang dan mulai berpikir bahwa Jace memiliki kemungkinan bersekutu dengan Valentine meskipun Jace menyangkalnya. Untuk mengetahui kebenarannya Maryse kemudian menghubungi seorang Inkuisitor yaitu Imogen Herondale untuk melakukan persidangan menggunakan Pedang Jiwa / Pedang Mortal yaitu Instrumen kedua selain Piala Mortal, yang digunakan untuk menentukan apakan seorang Pemburu Bayangan berbohong atau tidak. Namun sebelum dilakukan persidangan Jace kemudian di tahan di penjara Kota Hening.

ternyata ! entah ini adalah skenario dari Valentine atau bukan, saat Jace terpenjara dalam gelap dan sepinya penjara Kota Hening, Valentine datang dan berbuat semakin keji sampai membunuh para Saudara Hening untuk merebut Pedang Jiwa tersebut !

YAK !

saya baru baca segitu haaaaahahahahaaa *pletakk
sebenernya pengen nyeritain lengkap tapi takut spoiler.. atau semua sudah baca ini??? aah tidaak !

selalu menyenangkan membaca seri ini, karena dari novel ini aku merasa dibebaskan untuk berkhayal, dan aku suka itu.  aku suka sekali cara Cassandra Clare menulis dialog dalam cerita2nya, seperti bagaimana Simon dan Clary menceritakan tentang game dan anime, atau saat Simon, Clary dan Luke makan pizza bertiga rasanya aku bisa membayangkan aku duduk bersama mereka dan makan pinggiran pizza bersama Simon (LoL), bagamana ia menggambarkan penjara Kota Hening dan gambaran-gambaran tempat lainnya.. aku jadi tidak sabar menunggu film keduanya !
terkadang Cassandra Clare juga memasukkan hal-hal yang terkadang membuatku berpikir 'hal yang seperti itu tidak perlu dibahas' tetapi justru rasanya dialog itu penting untuk mencairkan suasana diantara dialog-dialog tegang antar tokohnya seperti saat Inkuisitor Herondale yang menganalogikan Jace seperti anak Burung Culik-Culik yang besar tapi Jace pikir Inkuisitor Herondale menyebutnya gendut dan Jace menyangkal bahwa dia tidak gendut (LoL).

mulai sekarang aku harus menabung untuk membeli seri berikutnya :D





PS : aku ga sadar Magnus udah sedekat itukah dengan Alec sampai dipanggil 'sayangku'? (  ;O AO)a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar